REVIEW 2
HUBUNGAN ANTARA
RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN
PERILAKU
DELIKUEN
I.
BAB I
Apakah religiusitas berhubungan
dengan kecenderungan perilaku delikuen (
kenakalan) ? Perilaku delikuen
adalah perilaku jahat atau
kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit ( patologis )
secara sosial pada anak-anak dan remaja
yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka membentuk
perilaku yang menyimpang. Beberapa
bentuk perilaku delikuen antara laib kebut-kebutan dijalan mengganggu keamanan
lalu lintas, perilaku berandalan, urakan yang bersumber karena kelebihan
energi, perkelahian antar gank, antar kelompok dan antar sekolah, antar suku,
membolos sekolah dan bergelandangan sepanjang hari atau bersembunyi tempat
terpencil, berpesta pora sambil mabuk-mabukan, kecanduan narkotika maupun
penyimpangan perilaku lainnya.
Dalam penelitian “Hubungan
antara Religiusitas dan Kecenderungan Perilaku Delikuen ( Febri Rachmawati dan
Dr.Sukarti ) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas
dengan kecenderungan perilaku delikuen.
Skala religiusitas terdirin dari aspek
religiusitas antara lain menurut Ancok (1994 ) :
1) Iman
( seberapa kokoh keyakinan )
2) Ihsan
( seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut)
3) Amal
( sejauhmana perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari)
4) Ibadah
( sejauhmana pelaksanaan ibadah seseorang)
5) Ilmu
(seberapa jauh pengetahuan tentang agama)
Selain
itu skala ukur perilaku delikuen disusun berdasarkan kenakalan remaja yang
diambil dari teori Hurlock dan Jensen (
Sarwono,2002) antara lain :
1) Perilaku
yang melanggar aturan dan status
2) Perilaku
yang mengakibatkan korban fisik
3) Perilaku
mengakibatkan korban materi
4) Perilaku
membahayakan orang lain
5) Perilaku
membahayakan diri sendiri
II.
BAB II
Anak-anak
remaja yang termasuk dalam delikuen pada umumnya kurang memiliki kontrol diri
atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut, mereka suka menegakkan
standard tingkah laku sendiri kadangkala meremehkan keberadaan oranglain,
sehingga kejahatan yang dilakukan pada umumnya disertai dengan unsur mental
yang subjektif, sehingga motif yang mendorong mereka melakukan kenakalan
tersebut antara lain dikarenakan hal sebagai berikut :
1) Memuaskan
kecenderungan keserakahan
2) Meningkatkan
agresifitas dan dorongan seksual
3) Salah
asuh atau salah didik orangtua,sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya
4) Hasrat
untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru
5) Kecenderungan
pembawaan yang patologis dan abnormal
6) Konflik
batin sendiri, kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan
diri yang iirasional.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak
berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak ( Hawari;1997). Sebab
keluarga merupakan lingkungan pertama
dari tempat kehadiran anak dan dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik anak.
Namun kenyataannya banyak remaja yang ketika ditengah keluarganya merasa tidak
berarti, merasa terkungkung dan tidak berkembang, sehingga ketika dia bersama
teman sebayanya menemukan komoensasi segala kekurangan ataupun hal yang tidak
dijumpai ditengah keluarganya, sehingga keberadan komunitas pertemananya para remaja merasa menemukan peranannya.
Kenakalan remaja itu sendiri sifatnya
bisa psikis, interpersonal, antar personal dan kultural, maka kenakalan remaja
dapat dibagi menjadi 4 kelompok (
Kartini kartono:2005 ) antara lain:
1) Kenakalan
individual, kenakalan yang muncul
dikarenakan jasmniah dan mental yang dibawa sejak lahir, sehingga merupakan
diferensiasi biologis yang membatasi
atau merusak kualitas fisik dan psikisnya
2) Kenakalan
situasional, kenakalan yang dilakukan anak normal, namun mereka banyak
dipengaruhi berbagai kekuatan situasional stimuli sosial dan tekanan
lingkungan, yang kesemuanya memberikan pengaruh menekan-memaksa pada
pembentukan perilaku buruk.
3) Kenakalan
sistemik, merupakan kenakaln anak remaja yang siistematisir dalam satu
organisasi disertai pengaturan, status
formal, peranan tertentu, nilai-nilai rite rite, norma-norma, rasa kebanggaan
yang kesemuanya dirasionalisir dan dibenarkan diri sendirisegenap anggota
kelompok.
4) Kenakalan
Kumulatif, merupakan produk konflik budaya dan merupakan hasil konflik batin
kultural yang kontroversial, sehingga sesallu menimbulkan ketegangan sosial dan
rasa kebencian , misalnya dikota besar terjadi banyak penyimpangan kejahatan.
Bagaimanakah religiusitas anak remaja
kaitannya denhan kenakalan? Sejalan dengan penelitian ini religousiatas menjadi
nilai yang multi demensi karena menyangkut banyak demensi yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan TuhanNya namun juga menyangkit kehidupan sosial dan bagaimana mengatur dirinya sendiri. Konsep
religiusitas pada masa remaja itu sendiri
mengalami suasana transisi yaitu situasi keagamaan yang berada dalam
perjalanan menuju kedewasaa rasa religiusiatas yang menimbulkan rasa tanggung jawab serta menjadikan agama sebagai fiksafat hidup.
Dinamika rasa keagamaan pada masa ini ditandai dengan mulai berfingsinya conscience ( hati nurani
). Religiusitas pada masa remaja juga dipengaruhi adanya perkembangan emosi
yang relatif masih kurang stabil, hal ini menimbulkan perasaan khawatir dan
rasa kebingungan tersendiri.
Akibatnya
pada remaja yang kurang memahami makna religiusiatas agama yang dianutnya
tersebut akan memiliki sifat kurang bertamggung jawab, sulit dikendalikan,
perilaku yang sering melanggar aturan, sebaliknya anak yang mampu mengenal religiusitas
keagamannya akan mengembangkan sikap,
keyakinan dan cara berfikir dan berperilaku tertentu yang berorientasi pada apa
yang dilakukan dan tidak dilakukan kemudian menjadikanya dasar peningkatan
kualitas hidup. Hasil dari pengaruh religiusitas ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan dengan korelasi skala religiusiats dengan
skala kenakalan remaja dengan Uji Product Moment Pearson untuk setiap aspek
dari perilaku delikuen dan religiusitas didapat
kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1) Perilaku
yang merusak aturan dan status berkorelasi
negatif dn signifikant dengan
iman, (Rxy=-0,495, p=0,000) ihsan (Rxy=-0,283,p=0,014) amal(Rxy=-0,476),
ibadah (Rxy=-0,416 p=0,000) dan ilmu(Rxy=-0,437 p=0,000)
2) Perilaku
yang membawa korban fisik berkorelasi negatif dan signifikant dengan iman
(Rxy=-0,398 p=0,000 ,Ihsan( Rxy=-0,321 p=0,005),amal (Rxy=-0,0304 p=0,008),
ibadah(Rxy=-0,290 p=0,012) dan ilmu Rxy=-0,364 p=0,001)
3) Perilaku
yang membawa korban materi berkorelasi negatif dan signifikan dengan iman ( Rxy
=-0,503 p=0,000 ), ihsan ( Rxy=-0,296 p=0,010 ), amal (Rxy=-0,304 p=0,008), ibadah
(Rxy=-0,290 p=0,012 ), ilmu.(Rxy=-0,364 p=0,001)
4) Perilaku
membahayakan oranglain berkorelasi negatif dan signifikan dengan Iman
(Rxy=-0,678 p=0,000, Ihsan (Rxy=--0,237 p=0,041),Amal (Rxy=-0,428 p=0,000 ),Ibadah
(Rxy=-0,454 p=0,00 )dan Ilmu
R(Rxy=-0,464 p=0,000)
5) Perilaku
membahayakan diri sendiri berkorelasi negatif dan signifikan dengan Iman
(Rxy=-0,573 p=0,000,Ihsan Rxy=-0,342 p=0,003),Amal Rxy=-0,523 p=0,000),Ibadah (
Rxy=-0,534 p=0,00) dan Ilmu (Rxy=-0,534 p=0,000)
III.
BAB III
Dengan adanya hasil penelitian diatas maka perlunya
pengembangan hati nurani remaja dengan pendekatan kognitif dan afektif yang
dapt membantu remaja penjelasan religius yang banyak bersifat abstrak dalam
suasana yang lepas tekanan, karena dinamika perkembangan religiusitas usia remaja mengalam
i berbagai situasi yang
dipengaruhi oleh dinamika internal remaja itu sendiri, serta kreatifitas
ekstrenal sebagai faktor luar yang kondusif bagi perkembangan religiusitas.
Berdasarkan adanya korelasi antara kenakalan dengan
tingkat religiusitas remaja, maka dalam hal ini perlu dilakukan upaya
menanggulangi kenakalan remaja antara lain dengan :
1) Meningkatkan
kesejahteraan keluarga
2) Perbaikan
lingkungan, misalnya sekitar daerah yang memerlukan adanya pembinaan keagamaan
3) Mendirikan
klinik bimbingan psikologis dalam upaya memperbaiki tingkah laku dan membantu
remaja dari kesulitan mereka.
4) Menyediakan
tempat rekreasi yang sehat bagi remaja.
5) Memberikan
latihan bagi remaja untuk hidup teratur,
tertib dan disiplin.
6) Menggiatkan
organisasi pemuda dengan program-program laytihan vokasional untuk
mempersiapkan anak remaja delikuen sehingga siap didunia kerja.