Namun tidak ada kebahagiaan yang sempurna, tiba-tiba dia meneteskan air mata, dengan anaknya yang bungsu, menurut dia akhir-akhir ini sulit dinasihati,apabila dinasihati anak hanya melengos dan masuk kamar,mengunci pintu, satu lagi pintu ditutup dengan suara yang agak keras...
Beberapa tahun sebelumnya bahkan saya pernah menjumpai cerita yang akhirnya anak sendiri yang menjadi korban, ketika anak merasa tidak diperlakukan sebagaimana yang diinginkan pada saudarannya,sedang orangtua menganggapa anak memang tidak patuh seperti saudaranya, ada perbedaan yang dalam pengasuhan, ketidak sejalan antara ayah dan ibu, dan akhirnya anak menjadi memilih teman sepermainan,anak sudah lepas bahkan pada akhirnya anak sendiri mengalami DO (drop out), pada fase inilah terkadang kita menjaadi perihatin menghadapi situasi ini.
Cerita ibu itu juga membuatku jadi teringat dengan jagoanku, guru si kakak mengatakan bahwa dia sering lupa dengan tugas pelajaran yang harus dilakukan, selain itu juga bilang jika kakak kadang suka lalai dengan pelajaran dikelas,walaupun tentusaja dalam peningkatan akademik sudah lumayan meningkat pelan. lain lagi cerita si adik bu guru dengan tersenyum menyatakan pujiannya, untuk ukuran TK adik sudah mandiri, dan sangat dipuji guru adik memilki kejujuran yang bagus, cuman sayangnya kadang adik jika sudah bersama teman akrabnya bisa ikut2an tidak fokus. Adik rajin, dan cepat sekali menghafalkan tahfid, padahal mautan pelajaran kakak dan adik jelas berbeda, adik sebelumnya berada pada full day,sedang kakak tidak. Dalam hal ini saja ada perbedaan yang besar antara kakak dan adik.
Sebagai orangtua,terkadang kita lupa ada kecenderungan kita akan menyukai seorang anak yang satu dibanding anak yang lain? Anak yang penurut, patuh pada orangtua terkadang menimbulkan rasa sayang tersendiri, namun tentusaja hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, bisa jadi ini merupakan perwujudan protes dari si kakak,
Beberapa akibat dari orangtua yang pilih kasih antara lain:
Apabila orang tua merasa bahwa salah satu anaknya lebih ‘wow’ atau lebih
dapat dibanggakan, entah itu anak lebih pintar, lebih cantik / tampan,
atau kelebihan lainnya.
Dimana, biasanya anak yang memiliki banyak kelebihan akan lebih dimanja, akhirnya orang tua pilih kasih terhadap anaknya.
Jika orang tua sudah pilih kasih terhadap anaknya, mengakibatkan anak yang tidak merasa disayang cenderung memiliki kebiasaaan buruk, atau hal lainnya yang dapat membahayakan keselamatan anak dan juga keluarga itu sendiri
Anak yang lebih pintar “beresiko” terlalu dimanjakan oleh orang tuanya. Sebenarnya memanjakan anak secukupnya tidak terlalu masalah, apalagi jika sangat anak lebih pintar dan memiliki banyak prestasi...
...akan tetapi yang menjadi masalah jika rasa kecenderungan sayang pada salah satu anak saja tersebut sudah melewati batas...
Mungkin saja kata-kata seperti itu bisa menjadi bentuk motivasi, akan tetapi bisa juga justru menghancurkan sehancur-hancurnya semangat anak.
Untuk itu, hendaknya orang tua mencari cara yang ‘baik’ dalam memotivasi anak, bukannya justru menghancurkan semangat anak...
...selain itu juga berdampak negatif berupa menanamkan rasa dengki dan kebencian di dalam diri anak pada saudaranya sendiri.
Dimana, biasanya anak yang memiliki banyak kelebihan akan lebih dimanja, akhirnya orang tua pilih kasih terhadap anaknya.
Jika orang tua sudah pilih kasih terhadap anaknya, mengakibatkan anak yang tidak merasa disayang cenderung memiliki kebiasaaan buruk, atau hal lainnya yang dapat membahayakan keselamatan anak dan juga keluarga itu sendiri
Anak yang lebih pintar “beresiko” terlalu dimanjakan oleh orang tuanya. Sebenarnya memanjakan anak secukupnya tidak terlalu masalah, apalagi jika sangat anak lebih pintar dan memiliki banyak prestasi...
...akan tetapi yang menjadi masalah jika rasa kecenderungan sayang pada salah satu anak saja tersebut sudah melewati batas...
...contohnya orang tua bersikap kurang baik pada anak yang tidak
berprestasi di sekolah, berupa anak yang tidak memiliki prestasi ini
diejek terus, terus terusan dibilang: “kamu itu makannya belajar yang
rajin, lihat tuh saudara kamu bisa pergi kesana-kesini karena
prestasinya. Makannya jadi orang itu yang pintar jangan bodoh”.
Mungkin saja kata-kata seperti itu bisa menjadi bentuk motivasi, akan tetapi bisa juga justru menghancurkan sehancur-hancurnya semangat anak.
Untuk itu, hendaknya orang tua mencari cara yang ‘baik’ dalam memotivasi anak, bukannya justru menghancurkan semangat anak...
...selain itu juga berdampak negatif berupa menanamkan rasa dengki dan kebencian di dalam diri anak pada saudaranya sendiri.